“Lanny Jaya” adalah Kampung halamanku, tempat berlimpah kasih sayang. Kampung halaman, tempat berjuta kenangan. Kampung halaman adalah kekuatanku, ku kan selalu ingat dan dirindukan. Kampungku adalah kehidupanku.... sunggu sedih. Ketika kuingat makan MBI dan Mbingga pada pagi hari dan malam hari hatiku sunggu menanggis.
Rumahku Honai, senantiasa dengan mudah pintunya terbuka. Untuk anak-anak lanny, yang kini tak lagi mungil tubuhnya. Karena saat kami tumbuh dewasa, maka sepasang pecinta telah semakin renta.
Kini, kampung halamanku ada di balik gunung. Ya, aku dan teman- temanku slalu ingat. Untungnya masih Kuliah demi daerah kami tercinta, jadi bisa kami sambangi semuanya dengan mudah.
Kampung halaman, melahirkan generasi yang semoga senantiasa bermanfaat.
Di saat otak penuh begini, keinginan untuk pulang ke kampung halaman dan permai selalu muncul. sudah begitu teman- teman lamaku rajin nelpon nyuruh pulang dengan alasan yang konsisten, karena kangen kisa waktu kecil dulu. Kangen........ Trus jagoan yang hampir setahun dipingit, tahu-tahu sddah boleh sms lagi. Eh, temen-temen masa kecil yang baru ketauan jejaknya di internet pada manas-manasin pengen ketemu di kampung.

Kampungku terpencil di ujung Lanny Jaya bagian utara dikelilingi hutan karet dan rimba yang senantiasa hijau. Banyak orang bilang tidak bikin betah, tapi selalu bikin kangen. Apalagi bila kenangan-kenangan masa kecil bermunculan dalam benak. Wah, hati serasa dibetot segera pulang. Walau harus menempuh perjalanan menyakiti hati teman- teman mahasi siswa di Kota study surabaya tapi, ku coba untuk maafkan ternyata susa

Ingat waktu kecil yang lebih banyak dijalani di tepi Hutan berteman burung dan kus- kus hutan. Atau di hutan mencari kayu bakar biar sering diuber-uber Polsus dianggap mencuri kayu. Membuat segalanya tentang sawah dan hutan menancap tajam susah dihilangkan sampai aku besar.

Makanya ketika mulai belajar merantau dulu dan pulang kampung menemui yayang yang setia menunggu, target pertama adalah janjian melepas kangen di tepi hutan. Memandang gemericik air di sungai sambil mencoba mencari cara untuk melepas rindu bak anak kota. Nasib baik datang ketika melihat kambing ortu yang aku tungguin saling bercengkrama menggesek-gesekan muka. Akupun bilang begini, "kambing kalo lagi kangen begitu ya..

"Iya kali. Maksudnya apa..?"
"Aku kan juga kangen kamu.."
"Trus..?"
"Boleh engga kalo aku ikutan seperti yang dilakukan burung kasmaran itu..?"
"Ya boleh aja lah. Emang siapa yang melarang..?"
"Eh, beneran neh, say..?"

Baru saat itu aku sadar bahwa cewek kampung pun perlu rayuan romantis dan tidak bisa todepoin. Mulailah serangan lembut melalui kata-kata klise aku mulai, copas dari novel Freddy S yang ngetop jaman dulu selain Wiro Sableng dan Eny Arrow.

"Yang, jika kau jadi bunga aku rela deh jadi kumbangnya. Kalo aku jadi ikan..?"
"Ya aku rela jadi lautan, mas..."
"Kalo aku jadi monyet..?"
"Aku rela, kak... Suerrr, relaa... relaaa banget nonton topeng monyet gratisan..."